NUR AYUNI
Jumat, 06 Mei 2016
Minggu, 20 Maret 2016
ZAT KIMIA BERBAHAYA PADA MAKANAN/MINUMAN
Sadar
maupun tidak sadar ada banyak orang di sekitar kita yang mengkonsumsi bahan
makanan yang tidak baik bagi kesehatan. Tidak hanya makanan dan minuman
yang telah jelas-jelas dinobatkan sebagai makanan berbahaya saja, namun mungkin
juga makanan dan minuman yang sudah kita anggap tidak ada resiko bahayanya.
Entah apa yang telah terjadi di negara kita ini, di mana pemerintah
seolah membiarkan hal ini terjadi karena belum banyak tindakan tegas yang
berkesinambungan yang dapat mengatasi permasalahan pelik ini.
Wajar
bila saat ini ada banyak orang yang menderita berbagai jenis penyakit serius di
rumah sakit yang ada di Indonesia. Makanan dan minuman merupakan salah
satu penyebab utama dari sebagian penyakit yang diidap oleh orang sakit di
negara kita ini. Rata-rata bahan makanan kimiawi berbahaya di dalam
makanan bekerja secara perlahan-lahan dalam menghancurkan kesehatan tubuh
manusia yang mengkonsumsinya. Dalam jangka panjang barulah menjadi
penyakit berbahaya yang mungkin bisa saja merengut nyawa penderitanya.
A.
Beberapa
Daftar Bahan Makanan/Minuman yang Mengandung Zat Kimia Berbahaya Bagi Kesehatan
:
1. Penguat Rasa Monosodium Glutamat (MSG)
Ada banyak bentuk,
jenis atau macam penguat rasa atau penyedap rasa selain MSG. Monosodium
glutamate dan zat penguat rasa sejenisnya biasa kita sebut dengan sebutan
micin, vetsin, dan lain-lain. MSG biasanya digunakan oleh ibu-ibu rumah
tangga, warung makanan, restoran dan lain sebagainya untuk membuat rasa makanan
lebih terasa dengan merangsang lidah dengan zat kimia tertentu. Jika
diberikan pada binatang percobaan, maka binatang tersebut akan mengalami
degenerasi dan nekrosi sel-sel neuron dan sel syaraf lapisan dalam retina mata,
mutasi sel, kanker kolon, kanker hati, kanker otak, kanker ginjal dan perusakan
jaringan lemak. Di masa lalu orang yang mengkonsumsi msg dalam jumlah
besar ada yang mengalami sindrom rumah makan cina.
2. Zat Pewarna Bahan Tekstil, Cat, Kertas, Kulit
Hewan, dll
Biasanya para
produsen makanan dan minuman berbahaya ingin memproduksi makanan dan minuman
dengan biaya yang sangat rendah agar bisa menghasilkan keuntungan yang besar
serta bisa menetapkan harga jual yang murah kepada para konsumen.
Sebagian produsen lebih memilih menggunakan zat pewarna berbahaya bagi
konsumennya sendiri. Pewarna buatan kimiawi seperti rhodamine-b, metanil
yellow, boraks, dan lain-lain. Boraks adalah zat pengawet mayat yang bisa
memberikan warna pada makanan. Jika zat pewarna berbahaya tersebut diberikan
pada hewan percobaan yang malang maka bisa menyebabkan limfoma. Pada
manusia mungkin bisa menimbulkan penyakit kanker yang berbahaya serta
mematikan.
3. Zat Pemanis Sakarin (Saccharin) dan Siklamat
(Cyclamate)
Sakarin adalah
serbuk kristal putih yang rasanya sangat manis sekali di lidah manusia.
Sakarin biasanya tidak beraroma seperti halnya gula pasir dan gula batu.
Jika diukur maka tingkat kemanisan sakarin 550 kali lebih manis daripada
gula pasir biasa. Dengan memakai sakarin maka pedagang makanan dan minuman
bisa untung besar karena tidak butuh gula pasir yang mahal harganya.
Binatang percobaan akan dapat mengalami kanker mukosa kandung kemih jika
mengkonsumsi sakarin dalam kadar tertentu secara rutin.
Siklamat adalah
serbuk kristal putih seperti sakarin namun tingkat kemanisannya hanya 30 kali
dari gula pasir biasa. Di negara-negara Eropa dan di Amerika Serikat
sudah melarang siklamat sebagai zat pemanis makanan dan minuman manusia.
Jika silkamat diberikan pada medium biakan leukosit dan monolayer manusia
akan dapat menyebabkan kromosom sel menjadi pecah.
4. Zat Aditif Nitrosamin (Sodium Nitrit)
Nitrosamin biasanya
digunakan sebagai garam untuk mempertahankan warna asli daging serta untuk
memunculkan aroma bebauan khas seperti sosis, dendeng, ham, kornet, keju, dan
lain sebagainya. Nitrosamin dapat menjadi zat karsinogen yang dapat
memicu kanker jika diberikan pada binatang percobaan. Nitrosamin dilarang
diberikan pada bayi manusia. Karena barbahaya maka nitrosamin hanya boleh
digunakan pada kadar maksimal 500 ppm untuk meminimalisir bahaya kesehatan yang
mungkin timbul di kemudian hari.
Selain bahan
makanan berbahaya di atas, juga terdapat berbagai ancaman bahaya yang
didatangkan dari makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia. Berbagai
zat kimia yang belum diketahui bahaya jangka panjangnya beredar luas di
masyarakat. Celakanya masyarakat tidak mendapatkan informasi yang jelas
mengenai takaran jumlah konsumsi maksimal dalam sehari. Walhasil mungkin
di masa depan akan ada penderita penyakit mengerikan yang disebabkan oleh
konsumsi zat kimia dalam bahan makanan secara berlebihan.
B.
Beberapa
Macam / Jenis Zat Aditif (Zat Tambahan) yang Mungkin Bisa Mengakibatkan Masalah
Kesehatan Manusia Jangka Panjang :
1. Zat
Penguat Rasa / Zat Penyedap Rasa
Zat aditif penyedap
rasa terdiri atas berbagai macam, namun yang paling populer dan paling banyak
digunakan adalah monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan sebutan
vetsin atau micin. Zat ini jika langsung dimakan memang tidak berasa, tapi jika
ditambahkan ke dalam makanan, akan membuat makanan yang diolah terasa lebih
sedap. Rasa yang dihasilkan penyedap rasa sintetis memang sangat kuat dibanding
penyedap rasa alami. Itu sebabnya tidak hanya industri makanan saja yang memanfaatkan
penyedap rasa buatan, tapi juga ibu-ibu rumah tangga, karena penggunaannya
memang lebih praktis dan ekonomis.
Contoh :
Beberapa jenis penyedap rasa sintetis selain
monosodium glutamat diantaranya adalah: oktil asetat, etil butirat, amil
asetat, dan amil valerat.
Efek bahaya MSG:
kanker, diabetes, dan keluhan penyakit lainnya
kanker, diabetes, dan keluhan penyakit lainnya
2.
Zat
Pewarna
Zat pewarna dipakai dengan
tujuan untuk membuat tampilan makanan terlihat lebih menarik sehingga menambah
selera untuk menikmatinya. Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetis
memang memiliki sejumlah keunggulan, diantaranya: mempunyai banyak pilihan
warna, mudah penyimpanannya, dan tahan lama. Namun, tidak semua zat pewarna
buatan dapat dipakai untuk makanan dan minuman, beberapa diantaranya dibuat
untuk pewarna tekstil.
Efek
Jika
zat pewarna tekstil ini yang dicampur ke dalam makanan atau minuman, meskipun
warna yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan, namun dampaknya sangat
berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sebab, pewarna tekstil bersifat karsinogen yang
menjadi penyebab penyakit kanker.
Jenis Zat Pewarna
Zat pewarna sintetis makanan dibagi menjadi 2
kelompok, yakni dye dan lake.
- Dye adalah pewarna buatan berbentuk pasta, cairan, butiran atau serbuk yang memiliki sifat larut dalam air.
- Lake adalah gabungan antara dye dan basa dengan dilapisi zat tertentu yang memiliki sifat tidak larut dalam air, sehingga cocok dipakai untuk makanan yang tidak boleh kena air.
Contoh :
- Beberapa jenis pewarna makanan buatan tersebut diantaranya adalah: brilliant blue CFC, sunset yellow, tarttrazin, dan karmoisin.
3.
Zat Pengawet
Panjangnya rantai distribusi ditambah lamanya waktu penjualan membuat
industri makanan atau minuman lebih memilih zat pengawet sintetis daripada yang
alami. Karena penyimpanan dengan menggunakan pengawet buatan mempunyai
ketahanan lebih lama untuk membuat makanan atau minuman tidak terkena bakteri/jamur,
tidak busuk, tidak berbau, rasa tidak berubah, dan kondisinya tetap dalam
keadaan segar. Makanan atau minuman yang diberi tambahan zat aditif pengawet,
tidak hanya mampu bertahan dalam hitungan hari, minggu atau bulan, bahkan dapat
bertahan hingga bertahun-tahun.
Bahaya pengawet makanan
Bahaya pengawet makanan
- Pastinya adalah penyakit kanker jika dikonsumsi jangka panjang
Contoh :
Beberapa
jenis zat aditif pengawet tersebut diantaranya adalah: asam cuka, natrium
propionat, natrium benzoat, asam tartrat, natrium nitrat, senyawa NaNO3, asam
fosfat, dan asam sitrat.
Teknik Pengawetan
makanan/minuman tanpa zat pengawet
Di beberapa negara maju, cara mengawetkan makanan/minuman
menggunakan zat aditif saat ini sudah mulai ditinggalkan, dan sebagai gantinya
dipergunakan tekhnologi pengawet makanan dengan tanpa menambahkan zat kimia,
tapi dengan menggunakan pemanasan suhu tinggi dalam waktu singkat, menggunakan
ozon, serta memanfaatkan sinar ultra violet (UV) untuk membuat makanan/minuman
steril tanpa merusak kualitas dari makanan/minuman yang diolah.
4.
Zat Pengeras
Zat
aditif yang satu ini berfungsi untuk mencegah lunaknya makanan. Beberapa jenis
zat aditif pengeras diantaranya adalah:aluminium ammonium sulfat, dan kalium
glukonat.
Dan mungkin masih
ada banyak zat tambahan makanan dan minuman lainnya yang bisa saja
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam jangka panjang pada
konsumsi rutin. Di dalam makanan dan minuman pun juga bisa saja terdapat
sedikit kadar zat kimia berbahaya dari pupuk tanaman, obat-obatan binatang
ternak, makanan ternak, racun pengusir hama, logam berat (merkuri / air raksa)
dari makhluk hidup laut / danau / sungai, polusi kendaraan bermotor, dan
lain sebagainya.
Solusi terbaik
dalam menghindari atau mencegah diri kita dan keluarga kita menjadi korban
bahan kimia berbahaya dalam makanan dan minuman adalah dengan mempelajari,
memahami dan menyampaikannya kepada orang lain yang ada di sekitar kita.
Selain itu kita pun juga bisa terbebas dari makanan dan minuman berbahan
kimia berbahaya dengan memproduksi sendiri makanan dan minuman yang akan kita
konsumsi. Kegiatan tersebut tentu akan menjadi lebih efektif dan efisien
jika dilakukan bersama-sama dengan orang yang memiliki visi dan misi yang sama
secara kolektif.
C. Bebarapa Cara Mengatasi Bahaya Bahan Makanan dan
Minuman yang Mengandung Zat Kimia Berbahaya :
1. Mempelajari ilmu bahan makanan yang mengandung
zat kimia berbahaya
2. Menyampaikan
kepada orang-orang di sekitar kita tentang zat kimia berbahaya di makanan dan
minuman
3. Memberikan
pemahaman / penjelasan kepada penjual makanan berzat kimia berbahaya secara
baik-baik
4. Membuat makanan
dan minuman sendiri atau bersama-sama orang yang peduli kesehatan makanan dan
minuman
5. Selalu memberikan pengawasan yang ketat
dan terkoordinasi pada makanan dan minuman yang dikonsumsi.
Minggu, 24 Januari 2016
PRAKTIK INDUSTRI
Hallo, namaku Nur Ayuni. Aku PKL di perusahaan
permen yang bertempat di Cileungsi Bogor. Aku ditempatkan dibagian QC analis
untuk analisa Gula Reduksi dengan metode luff school dan metode lane eynon
serta kadar air produk. Analisa gula reduksi dan kadar air yang dilakukan
bertujuan untuk mengetehui seberapa besar kadar gula reduksi dan kandungan air
yang terdapat dalam permen. Kadar ini yang nantinya akan menentukan kualitas
dari produk tersebut. Tingginya kadar gula reduksi dalam permen mengakibatkan
permen tersebut cepat umes dan lengket. Daam pengujian kadar gula reduksi ini
digunakan 2 metode yang berbeda. Perbedaan metode ini adalah dalam
penanganannya. Metode liff titrasi yang dilakukan dalam keadaan dingin
sedangkan metode lane eynon dalm keadaan panas. Berikut sedikit penjabarannya
1.
Analisa gula reduksi
metode luff school
a. Sampel
produk (permen)
Ø
Sebelum inversi
a) Timbang 2.5 – 3 gram sampel
b) Larutkan dengan ± 100 ml aquadest aduk hingga larut
c) Masukkan ke dalam labu ukur 250 ml, encerkan sampai batas
tanda tera. Homogenkan, kemudian saring
d) Pipet 10 ml larutan sampel yang telah disaring,
masukkan dalam Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 15 ml aquadest dan 25 ml larutan
Luff Schoorl
e) Refluk selama 10 menit, kemudian dinginkan
f) Setelah dingin tambahkan larutan KI 20%, tambahkan 10
ml larutan H2SO4 20 ml
g) Titrasi dengan larutan Na2S2O3
dengan indicator amilum 1% hingga titik akhir titrasi berwarna putih
susu.
h) Catat volume Na2S2O yang
digunakan.
Ø
Setelah inversi
a) Pipet 50 ml larutan sampel ke dalam gelas beaker plastik
100 ml
b) Tambahkan 10 ml HCl 6,3 N
c) Refluk selama 10 menit kemudian dinginkan
d) Setelah dingin tambahkan NaOH 6,3 N hingga netral
e) Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml encerkan hingga
batas tanda tera
f) Pipet 5 ml sampel setelah inversi ke dalam Erlenmeyer
250 ml
g) Tambahkan 20 ml aquadest dan 25 ml larutanLuff Schoorl
h) Refluk selama 10 menit, kemudian dinginkan
i)
Setelah
dingin tambahkan larutan KI 20%, tambahkan 10 ml larutan H2SO4 20
ml
j)
Titrasi
dengan larutan Na2S2O3 dengan indicator amilum
1% hingga titik akhir titrasi berwarna putih susu.
k) Lakukan blanko dengan 25 ml aquadest dan 25 ml larutan
Luff Schoorl
l)
Lakukan
kembali seperti pada penetapan gula sebelum dan sesudah inverse.
m) Catat volume Na2S2O3 yang
digunakan.
b. Sampel
glukosa (Pemeriksaan Dextrose Equivalen)
a) Timbang 1,25 – 1,3 gram sampel glukosa dalam gelas
beaker 100 ml
b) Larutkan dengan ± 50 ml aquadest, kemudian aduk hingga
larut
c) Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian encerkan
dengan aquadest sampai batas tanda tera. Homogenkan
d) Pipet 5 ml larutan sampel masukkan ke dalam Erlenmeyer
250 ml
e) Tambahkan dengan 20 ml aquadest dan 25 ml larutan Luff
Schoorl
f) Refluk selama 10 menit, kemudian dinginkan
g) Setelah dingin
tambahkan larutan KI 20%, tambahkan 10 ml larutan H2SO4 20
ml
h) Titrasi dengan larutan Na2S2O3
dengan indicator amilum 1% hingga titik akhir titrasi berwarna putih
susu.
i)
Catat
volume Na2S2O yang digunakan.
2.
Metode lane eynon
a.
Standarisasi larutan
fehling buatan
1. Keringkan sejumlah
dextrose monohydrate kristal (PA) pada
oven suhu 105oC selama ± 2 jam
2. Dinginkan dalam
desikator selama 30 menit
3. Timbang 3 gram
dextrose monohydrate Kristal kemudian encerkan dalam labu ukur 500 ml dengan
aquadest sampai batas tanda tera
4. Lakukan titrasi
dengan larutan tersebut titik akhir titrasi tepat 20 ml (toleransi ± 0,6 ml)
5. Jika volume titrasi
lebih dari 20 ml,dlam fehling A buatan perlu ditambahkan aquadest. Jumlah
penambahan dilambangkan S
S= {1000 x V/20}-1000
6. jika volume titrasi
kurang dari 20 ml, maka ditambahkan CuSO4.5H2O paa
larutan fehling buatan.
Jumlah penambahan CuSO4.5H2O
= {69.28 x 20/V} - 69.28
b.
Analisa DE
1. Hitung berat sampel
dengan rumus
Berat sampel (g) = 3/perkiraan % DE x % brix
2. Timbang sampel dengan
berat yang telah dihitung. Sampel tersebut diencerkan secara kuantitatif ke
dalam labu takar 500 ml
3. Campur larutan hingga
homogeny
4. Sebanyak 12.5 ml
larutan frhling A dan 12.5 ml larutan fehling B dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
250 ml
5. Panaskan larutan
fehling tersebut di atas diatas hotplate dan tunggu hingga mendidih, pada awal
pemdidihan segera titrasi dengan larutan sampel sebanyak 10 ml, tunggu hingga
mendidih kembali
6. Tambahkan 1-2 tetes
metylen blue 1% lalu titrasi dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna metylen
blue hilang dan menjadi merah bata
7. Catat volume titrasi
yang diperlukan
3.
Analisa Kadar Air
a. Mengeringkan
cawan kosong dan tutupnya dalam oven selama 15 menit dan dinginkan dalam
desikator, kemudian ditimbang (untuk cawan aluminium didinginkan selama
10 menit dan cawan porselen didinginkan selama 20 menit)
b. Menimbang
dengan cepat kurang lebih 2-3 gr
sampel
c. Mengangkat
tutup cawan dan meletakkan cawan beserta isi dan tutupnya dalam oven selama 3
jam. Hindarkan kontak antara cawan dengan dinding oven. Untuk produk yang tidak
mengalami dekomposisi dengan pengeringan yang lama, dapat dikeringkan selama 20
jam.
d. Memindahkan
cawan ke desikator, menutup dengan penutup cawan, lalu mendinginkan. Setelah
dingin timbang kembali
hingga diperoleh berat konstan
e. Menghitung kadar air dengan rumus
% kadar air = B-C / B-A
Keterangan :
A = berat cawan kosong
B = berat cawan + sampel sebelum di keringkan
C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan
Terimakasih...
Terimakasih...
Jumat, 13 Desember 2013
teknik aseptis
1. TEKNIK ASEPTIS
1.
PENGERTIAN TEKNIK ASEPTIS
Teknis
aseptis merupakan suatu teknis yang dilakukan dalam pemindahbiakan bakteri agar
bakteri yang dibiakan tidak mengalami kontaminasi, dengan teknis aseptis
diharapkan bakteri yang dipindahbiakan mempertahankan kemurniannya.
Teknik
aseptik sangat diperlukan untuk menghindarkan mikroorganisme dari kontaminan
yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Teknik aseptis digunakan sepanjang
kegiatan berlangsung, baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun praktikannya.
Untuk alat dan bahan praktikum dapat diterapkan metode sterilisasi. Penguasaan
teknik aseptik ini sangat diperlukan dalam keberhasilan laboratorium
mikrobiologi dan hal tersebut merupakan salah satu metode permulaan yang
dipelajari oleh ahli mikrobiologi.
B. MACAM-MACAM
TEKNIK ASEPTIS
1)
Sterilisasi secara
mekanik (filtrasi)
Sterilisasi
secara mekanik menggunakan teknik penyaringan. Filtrasi atau penyaringan adalah
proses memisahkan partikel yang tidak larut dari suatu cairan atau gas dengan
cara melewatkan cairan atau gas tersebut melalui suatu medium yang porous
sehingga medium ini akan membiarkan cairan atau gas tersebut lewat. Pada
umumnya cara ini dikerjakan untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, misalnya
serum darah, antibiotika, dan gula sederhana. Oleh karena itu cara ini sering
dikenal dengan nama sterilisasi cara dingin.
Macam-macamnya
:
a. Sterilisasi
dengan Berkefeld filter ( filter organik )
Berkefeld
filter yaitu suatu alat saring dengan tanah diatomae sebagai elemen penyaring
yang mempunyai porositas bervariasi dari kasar(V) sampai halus(W), dannormal(N).
filter tersebut digunakan untuk menyaring air minum dan biasanya porositas
elemen penyaring yang dipakai adalah normal(N)dan halus(W).
b. Sterilisasi dengan Seitz filter
Seitz filter
digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan mensterilkan bahan-bahan dalam bentuk
cairan yang tidak tahan panas sama sekali. Antara lain toksin, antibiotika dan
serum darah.
Seitz filter
terbuat dari logam baja anti karat(stainless steel) dilengkapi dengan filter
asbes yang steril. Elemen filter tersebut dikemas dan diletakkan di antara
penyangga dan mudah diganti dengan filter yang baru. Untuk penyaringan
diperlukan tekanan kurang lebih
20-90cmHg. Oleh karena itu, alat ini harus dilengkapi dengan pompa vakum,
dengan maksud untuk mempercepat penyaringan.
Keuntungan
dari sterilisasi dengan cara mekanik, antara lain:
Bahan yang
tidak tahan pemanasan dapat disterilkan dengan cara ini.
Dapat
digunakan untuk mensterilkan larutan dalam jumlah kecil karena dapat digunakan
filterdengan kapasitas kecil.
Proses
sterilisasi relatif cepat.
Semua
mikroba hidup maupun mati dapat dihilangkan dari larutan.
Kerugian dari sterilisasi ini adalah
:
Relatif
mahal, terutama jika peralatan filtrasi tidak dapat dipakai ulang.
Ada beberapa
penyaring yang sukar dicuci, misalnya penyaring porcelein.
Penyaringan
bakteri yang terbuat dari asbestos, misalnya seitz EK dapat memberikan reaksi
alkalis pada filtrat, karena membebaskan
bagian serta filternya.
Adanya
adsorpsi daripenyaring merugikan terutama untuk bahan dalam jumlah sedikit.
2)
Sterilisasi secara
fisik
a) Sterilisasi secara fisik menggunakan metode pemanasan
Pada umumnya dikerjakanuntuk bahan
dan alat tahan panas. Sterilisasi dengan panas merupakan metode yang relatif
efisien, dapat dipercaya, dan relatif tidak mahal.Mikroorganisme dapt tumbuh
pada berbagai temperatur, tetapi pertumbuhannya dapat dihambat atau dihentikan
bila suhu tumbuhnya diubah. Bila suhu tumbuhnya maksimum dinaikkan, maka akan
terjadi perubahan molekul organiknya sehingga mikrobe tersebut akan mati.
Sterilisasi
dengan pemanasan ada dua macam, yaitu :
1) Sterilisasi
dengan pemanasan kering
Prinsip
kerja dengan pemanasan kering adalah menyebabkan denaturasi protein dan efek
toksik akibat kenaikan kadar elektrolit dalam pembunuhan kuman.
Teknik sterilisasi dengan pemanasan
kering :
1. Pembakaran Langsung
Teknik
pembakaran langsung merupakan teknik sterilisasi tercepat dan 100% efektif.
Kelemahan teknik ini terbatas pada penggunaannya. Caranya yaitu dengan membakar
peralatan samai pijar.
Cara ini
dapat menggunakan api gas tidak berwarna atau pembakar spirtus. Caranya sangat
sederhana, cepat dan menjamin sterilitas dari bahan yang disterilkan. Namun,
penggunaannya sangat terbatas hanya pada beberapa alat saja.
Alat-alat yang dapat disterilkan
dengan cara ini adalah:
a. Pincet
b. Penjapit
c. Kroes
d. Alat dari gelas/porcelin
e. Batang
pengaduk
f. Kaca arloji
g. Mulut wadah
h. Mortil dan stamfer
2. Penyeterilan memakai udara
panas(kering)
Sterilisasi dengan udara panas dianjurkan apabila
penggunaan uap bertekanan tidak dikehendaki atau bila terjadi kontak antara uap
bertekanan dengan benda yang akan disterilkan. Sterilisasi dengan cara ini
memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan cara pembakaran secara
langsung, karena energi panas sulit menetrasi bahan yang akan disterilkan.
Cara ini digunakan untuk mensterilkan bahan/alat yang
tidak dapat di sterilkan dengan cara pemijaran atau karena sifat fisiknya tidak
dapat di sterilkan dengan uap air yang diakibatkan oleh sukarnya di tembus oleh
uap air. Cara sterilisasi ini berdasarkan oksidasi dengan lemari pengering(Hot
Air Sterilizer) dan dengan gas atau listrik melalui Oven.
Alat-alat yang dapat disterilkan
dengan cara ini adalah:
a) Cawan petri
b) Pipet
c) Siring
d) Instrumen
e) Jarum
f) Alat suntik
g) Bahan-bahan seperti gliserin,
parafin petrolatum, perban petrolatum, serbuk sulfonamida, dan materi-materi
lainnya.
2) Sterilisasi
dengan pemanasan basah
Ada beberapa cara sterilisasi yang
sering digunakan, diantaranya:
1. Dimasak dengan air
Pada prinsipnya cara ini hanya merebus bahan/alat yang
akan disterilkan dalam jangka waktu tertentu, dihitung sejak air mulai
mendidih. Teknik pendidihan dengan air akan dapat membunuh mikroorganisme
dengan cara mengkoagulasikan dan mendenaturasikan protein sel mikrobe.
Sebelum direbus, alat-alat harus bersih dari segala
kotoran, seperti feses dan darah dengan perendaman dalam air terlebih dahulu.
Hampir semua bentuk vegetatif sel bakteri akan hancur dalam waktu beberapa
detik setelah perebusan. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk spora seperti
jamur, kista Protozoa, dan beberapa virus seperti virus hepatitis.
2. Tindalisasi ( sterilisasi fraksi /
sterilisasi intermitten )
Metode ini
dengan mendidihkan medium dengan suhu 1000C dengan uap beberapa
menit saja, selama 3 hari berturut-turut. Alat yang digunakan adalah Arnold Stelizer.
Sterilisasi dengan cara ini juga dapat menggunakan
alat yang menyerupai dandang. Cara ini belum menjamin sterilitas bahan terutama
bagi spora-spora yang berdaya tahan besar.
3. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu cara desinfektan dengan pemanasan
yang pertama kali dilakukan oleh pasteur dengan maksud mengurangi jumlah
mikroorganisme pembusuk 9 perusak ) di dalam anggur tanpa merusak anggur
tersebut. Cara ini terutama dipakai untuk sterilisasi yang tidak tahan
pemanasan tinggi, atau bahan-bahan yang karena keadaan fisiknya tidak mungkin
disterilkan dengan cara penyaringan bakteri.
4. Dengan uap air jenuh bertekanan
tinggi(autoklaf)
Cara ini memberikan jaminan sterilitas yang terbaik
untuk alat-alat atau bahan yang di sterilkan. Keberhasilan sterilisasi dengan
autoklaf sangat tergantung pada kualitas uap air. Kualitas uap air adalah berat
dari uap kering yang terdapat dalam campuran dari uap air jenuh dan air.
Prinsip kerja autoklaf sama dengan “pressure cooker:”
ketika molekul air menjadi panas, maka daya penetrasinya bertambah.
Alat-alatdan bahan yang akan disterilakan sebaiknya ditempatkan dalam beberapa
botol yang agak kecil daripada dikumpulkan dalam satu botol yang besar.
b) Sterilisasi
secara fisik menggunakan metode pembekuan
Suhu rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara megninaktifkan enzim-enzim
yang berperan dalam proses metabolisme mikrobe tersebut. Proses pembekuan dapat
menimbukan partikel-partikel es di dalam sel mikroorganisme, sehingga dinding
sel mikrobe menjadi rusak. Tetapi proses pembekuan tidak efektif untuk membasmi
spora.
c) Sterilisasi
secara fisik menggunakan metode pengeringan ( desikasi )
Sterilisasi
dengan pengeringan akan dapat menghentikan atau mengurangi akyivitas metabolik
dan kemudian diikuti kematian mikrobe.
d) Sterilisasi
secara fisik menggunakan metode liofilisasi
Dengan teknik ini,
mikroorganisme diberi perlakuan dehidrasi yang ekstrim dalam keadaan beku dan
kemudian ditutup rapat dalam keadaan vakum. Sebenarnya liofilisasi lebih
merupakan proses pengawetan daripada pembasmian mikroorganisme.
e) Sterilisasi
secara fisik menggunakan metode radiasi
Sterilisasi
dengan Sinar Ultra Violet
Sterilisasi
dengan Sinar X
Sterilisasi
dengan Sinar Gamma
Sterilisasi
dengan Sinar Katode
3)
Sterilisasi secara
kimia
Sterilisasi
secara kimia yaitu dengan penambahan zat-zat tertentu yang umumnya berupa
zat-zat kimia. Sterilisasi dengan cara ini tidak selalu mematikan seluruh
mikroba, terutama mikroba dalam bentuk spora tidak terbasmi keseluruhan, oleh
karena itu cara ini lebih tepat dinamakan pencuci-hamaan. Sterilisasi dengan
cara ini biasanya hanya diperuntukkan sterilisasi ruangan atau jenis peralatan
tertentu saja. Bahan-bahan kimia yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi
ini adalah termasuk golongan:
a.
Pencuci hama
b.
Bakterisida
c.
Fungisida
d.
Antiseptika : Kerja zat kimia tersebut alah melawan
infeksi atau mencegah pertumbuhan atau kerja mikroorganisme dengan cara menghancurkannya
atau menghambat pertumbuhannya.
e.
Bakteriostatika
f.
Fungistatika
g.
Antibiotika
h.
Disinfeksi : Membunuh organisme-organisme patogen,
kecuali spora kuman dengan fisik dan kimiawi, dilakukan terhadap benda mati.
i.
Desinfektan : Merupakan agen yang sangat toksik
terhadap semua jenis mikroba. Efektivitasnya terutama ditentukan oleh berbagai
kondisi sewaktu digunakan.
2. UJI STERILITAS
1. PENGERTIAN UJI STERILITAS
Uji
sterilitas merupakan suatu cara pengujian untuk mengetahui suatu sediaan atau
bahan farmasi atau alat-alat kesehatan yang dipersyaratkan harus dalam keadaan
steril. Dengan demikian sediaan dan peralatan tersebut harus bebas dari
mikroorganisme. Jadi, hanya dikenal sediaan dan peralatan tersebut steril atau
tidak steril, tidak ada istilah hampir atau setengah steril.
1. Analisis
Mikrobiologi Farmasi : 179
Pengujian
sediaan farmasi steril dan alat kesehatan ini merupakan suatu cara pengujian
untuk mengetahui suatu sediaan/bahan Farmasi atau alat-alat kesehatan yang
dipersyaratkan harus dalam keadaan steril.
2. Lachman :
136
Uji
sterilitas dilakukan terhadap produk dan bahan yang sebelumnya telah mengalami
proses pensterilan yang telah diberlakukan. Hasilnya membuktikan bahwa prosedur
sterilisasi dapat diulang secara efektif. Tetapi umumnya disetujui bahwa
kontrol yang dilaksanakan selama proses validasi memberikan jaminan telah
efektifnya proses sterilisasi. Uji ini dilakukan terhadap sampel yang dipilih
untuk mewakili keseluruhan lot bahan tersebut. Sampel bisa diambil dari kemasan
atau wadah akhir suatu produk, atau sebagian bagian dari tangki bulk cairan
atau dari bahan bulk lainnya.
2. TUJUAN UJI STERILITAS
Menurut
Farmakope edisi IV (1995), uji sterilitas digunakan untuk menetapkan apakah
suatu bahan/sediaan farmasi yang diharuskan steril memenuhi syarat sesuai
dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi, diaman
untuk penggunaannya sesuai dengan prosedur pengujian sterilitas sebagai bagian
dari pengawasan mutu pabrik, seperti yang tertera dalam sterilisasi dan jaminan
sterilitas bahan.
Menurut PTM
: 145 tujuan dari uji sterilitas adalah untuk menjamin bahwa produk yang
melalui proses pembuatan itu tidak mengandung mikroorganisme atau faktanya
terkontaminasi. Uji sterilisasi sebenarnya dilakukan untuk menentukan seluruh
kemasan yang telah disterilkan. Penggunaan teori diinginkan untuk menunjukkan
sterilisasi telah berkembang sejak 50 atau 60 tahun. Masalah bahwa produk
steril diinginkan steril – bebas dari semua bentuk mikroorganisme secara
definisi dan secara status. Metode valid telah berkembang untuk uji produk
steril. Namun demikian, produk yang diuji tidak dapat dipasarkan. Kenyataannya.
Tidak realistis untuk menguji semua unit lot. Uji sampel lot menjadi dibutuhkan.
Menganggap metode sterilisasi sempurna (yang mana tidak), sampling menjadi
latihan statistik yang meninggalkan keraguan. Contohnya, jika ukuran lot 5000
wadah dan setelah proses sterilisasi, 450 wadah (1% ukuran lot),
terkontaminasi, ini akan menjadi perlu untuk menguji sampel random 32 wadah
dengan 95% kemungkinan terdeteksi. Farmakope mengisyaratkan sampel 20 wadah
yang diuji untuk tiap lot, oleh karena itu, jumlah bagian yang ditemukan
terkontaminasi adalah sedikit pada batch. Kenyataannya, tujuan uji sterilisasi
hanya menentukan ada atau tidak batch yang telah terkontaminasi setelah proses
sterilisasi.
3. METODE UJI STERILITAS
ý FI III :
889
Pengujian
dilakukan dengan teknik aseptis yang cocok.
Percontoh :
Kecuali dinyatakan lain, digunakan jumlah bagian percontoh seperti tertera pada
Daftar I, tidak termasuk bahan percontoh yang digunakan untuk menetapkan
efektivitas pemberian.
Daftar I
Jumlah wadah dalam bets
|
Jumlah bagian sampel
|
Kurang dari 100
|
10% atau 4, diambil yang lebih besar
|
Tidak kurang dari 100, tidak lebih dari 500
|
10
|
Lebih dari 500
|
2% atau 20%, diambil yang kecil
|
Untuk
sediaan yang disterilkan dalam otoklaf pada suhu di atas 100 oC,
jumlah percontoh yang digunakan dapat dikurangi, menjadi 10. Jika isi tiap
wadah 250 ml atau lebih, jumlah percontoh yang digunakan dapat dikurangi
menjadi 3. Jika isi tiap wadah kurang 1 ml cairan atau kurang dari 50 mg zat
padat, maka jumlah percontoh yang digunakan adalah 3 kali jumlah yang tertera
pada Daftar I.
Daftar II
Jumlah zat uji dalam wadah
|
Jumlah zat yang diperlukan untuk
|
|
Uji kuman
|
Uji jamur dan ragi
|
|
Cairan
Kurang dari 1ml
|
Semua isi
|
Semua isi
|
Tidak kurang dari 1 ml
Tidak kurang dari 4 ml
|
Separuh isi
|
Separuh isi
|
Tidak kurang dari 4 ml
Tidak kurang dari 20 ml
|
2 ml
|
2 ml
|
Lebih dari 20 ml
|
10% dari isi
|
10% dari isi
|
Padat
Kurang dari 50 mg
|
Semua isi
|
Semua isi
|
Tidak kurang dari 50 mg
Tidak lebih dari 200 mg
|
Separuh isi
|
Separuh isi
|
Lebih dari 200 mg
|
100 mg
|
100 mg
|
ý FI IV :
858
Prosedur
pengujian terdiri dari (1) inokulasi langsung ke dalam media uji dan (2) teknik
penyaringan membran. Uji sterilitas untuk bahan Farmakope, jika mungkin
menggunakan penyaringan membran, merupakan metode pilihan. Prosedur ini
terutama berguna untuk cairan dan serbuk yang dapat larut yang bersifat
bakteriostatik atau fungistatik, untuk memisahkan mikroba kontaminan dari
penghambat pertumbuhan. Prosedur harus divalidasi untuk penggunaan tersebut.
Dengan alasan yang sama, cara ini sangat berguna untuk bahan seperti minyak,
salep, atau krem yang dapat melarut ke dalam cairan pengencer bukan
bakteriostatik atau bukan fungistatik. Penggunaannya juga untuk uji sterilitas
permukaan atau lumen kritis alat-alat kesehatan.
Karena sifat
bahan yang akan diuji bervariasi dan faktor lain yang mempengaruhi pada waktu
melakukan uji sterilitas, maka perlu diperhatikan ketentuan berikut dalam
melakukan uji sterilitas.
3. UJI POTENSI ANTIBIOTIK DAN POTENSI DESINFEKTAN (
KOEFISIEN FENOL )
1. PENGERTIAN UJI POTENSI ANTIBIOTIK DAN
POTENSI
DESINFEKTAN
( KOEFISIEN FENOL )
Antibiotik
ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat
menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini
dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari -
hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya
sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.
Desinfektan didefinisikan sebagai
bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya
infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk
membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat
atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada
jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi
tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian. Dalam pengertian lain,
desinfektan adalah suatu bahan yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
suatu mikroorganisme terutama mikroba atau bakteri pathogen atau membahayakan
yang terdapat pada benda mati.
Dalam uji potensi desinfektan
digunakan metode Difusi Cakram. Difusi adalah perpindahan zat (cair, gas atau
zat-zat padat) dari larutan yang berkadar tinggi ke larutan berkadar rendah,
sehingga kerapatan atau kadar larutan tersebut sam dimana-mana. Sedangkan
cakram adalah sebuah bentuklingkaran yang mengelilingi sesuatu.
Pada
dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan
desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik
karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus
memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras.
Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara
dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada
kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam
proses sterilisasi.
Banyak
bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya
dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan
kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia yang
mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa
kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus -X; golongan fenol dan fenol
terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan
golongan biguanida.
B. TUJUAN UJI POTENSI ANTIBIOTIK DAN POTENSI
DESINFEKTAN
( KOEFISIEN FENOL )
uji
koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti mikroba suatu desinfektan
dengan memperkirakan potensi dan efektifitas desinfektan berdasarkan
konsentrasi dan lamanya kontak terhadap kuman dan membandingkannya terhadap
fenol standard yang disebut koefisien fenol.
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UJI POTENSI ANTIBIOTIK
DAN POTENSI
DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi Desinfektan:
1.
Konsentrasi bahan
Banyak bahan-bahan yang bersifat letal apabila digunakan dalam konsentrasi
yang tinggi, tetapi ada pula dalam konsentrasi yang rendah sudah mampu
menghambat pertumbuhan dan bahkan membunuh berbagai jenis mikroorganisme.
2.
Waktu
Jika bakteri berpapar dengan agen bakterisidal spesifik tertentu, walaupun
pada dosis yang berlebihan, tidak semua mikroba akan mati seketika, akan tetapi
lebih cenderung terjadi penurunan jumlah populasi atau proses kematian secara
gradual.
3.
pH
Konsentrasi ion hydrogen sangat berpengaruh mikroba maupun bahan
desinfektan. Apabila populasi bakteri dalam bentuk suspense dalam media kultur
dalam pH 7,0 maka bakteri tersebut memiliki muatan negative. Dengan
meningkatnya pH maka akan meninkat pula muatannya. Selanjutnya akan
mempengaruhi konsentrasi efektif dari desinfektan yang digunakan terutama yang
bekerja pada dinding sel mikroba.
4.
Suhu
Pada suhu rendah, setiap peningkatan 10 derajat suhu, akan meningkatkan
derajat kematian mikroba sebesar 2 kali dan apabila menggunakan fenol, maka
peningkatennya sebesar 5 sampai 8 kali. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam
factor dan melibatkan reaksi kimia yang kompleks.
5.
Asal mikroorganisme
Efektivitas desinfektan tergantung pula pada sifat-sifat dari
mikroorganisme yang digunakan dalam pengujian. Yang terpenting dalam hal ini
adalah spesies mikroba, fase pertumbuhan dalam kultur dan bentuk mikroba itu
sendiri.
6.
Keberadaan bahan lain
di luar mikroba
Terdapatnya bahan-bahan organic di sekitar pertumbuhan mikroba atau dalam
media kultur mikroba dapat mempengaruhi aktivitas beberapa desinfektan dan
cenderung menurunkan aktivitasnya
D. MACAM MACAM UJI POTENSI ANTIBIOTIK
DAN POTENSI
DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
Macam-macam desinfektan yang
digunakan:
1. Golongan aldehid
Bahan kimia golongan aldehid yang umum
digunakan antara lain formaldehid, glutaraldehid dan glioksal. Golongan aldehid
ini bekerja dengan cara denaturasi dan umum digunakan dalam campuran air dengan
konsentrasi 0,5% - 5% . Daya aksi berada dalam kisaran jam, tetapi untuk kasus
formaldehid
daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila
pelarut air diganti dengan alkohol.
Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5%
tidak dapat membunuh ragi dan jamur, dan memiliki ambang batas konsentrasi
kerja pada 0,5 ml/m3 atau 0,5 mg/l serta bersifat karsinogenik (dapat
menyebabkan kanker). Larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut
formalin dan biasa digunakan utuk pengawetan mayat (Rismana, 2008).
Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih
efektif disbanding formaldehid, Sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang
virologi dan tidak berpotensi karsinogenik. Ambang batas konsentrasi kerja
glutaraldehid adalah 0,1 ml/m3 atau 0,1 mg/l. Pada prinsipnya golongan aldehid
ini dapat digunakan dengan spektrum aplikasi yang luas, Misalkan formaldehid
untuk membunuh mikroorganisme dalam ruangan, peralatan dan lantai, sedangkan
glutaraldehid untuk membunuh virus.
Keunggulan golongan aldehid adalah sifatnya
yang stabil, persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa
material peralatan. Sedangkan beberapa kerugiannya antara lain dapat
mengakibatkan resistensi dari mikroorganisme, untuk formaldehid diduga
berpotensi bersifat karsinogen, berbahaya bagi kesehatan, mengakibatkan iritasi
pada sistem mukosa, aktivitas menurun dengan adanya protein serta berisiko
menimbulkan api dan ledakan (Rismana, 2008).
2. Golongan alkohol
Golongan alkohol merupakan bahan yang banyak
digunakan selain golongan aldehid. Beberapa bahan di antaranya adalah etanol,
propanol dan isopropanol. Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi
serta berdaya aksi dalam rentang detik hingga menit dan untuk virus diperlukan
waktu di atas 30 menit. Umum dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %.
Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif
bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan
yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah
sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang
cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi
dengan protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap
api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).
3. Golongan pengoksidasi
Bahan kimia yang termasuk golongan
pengoksidasi kuat dibagi ke dalam dua golongan yakni peroksida dan peroksigen
di antaranya adalah hidrogen peroksida, asam perasetik, kalium peroksomono
sulfat, natrium perborat, benzoil peroksida, kalium permanganat. Golongan ini
membunuh mikroorganisme dengan cara mengoksidasi dan umum dibuat dalam larutan
air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi berada dalam rentang detik hingga menit,
tetapi perlu 0,5 - 2 jam untuk membunuh virus. Pada prinsipnya golongan
pengoksidasi dapat digunakan pada spektrum yang luas, misalkan untuk proses
desinfeksi permukaan dan sebagai sediaan cair. Kekurangan golongan ini terutama
oleh sifatnya yang tidak stabil, korosif, berisiko tinggi menimbulkan ledakan
pada konsentrasi di atas 15 %, serta perlu penanganan khusus dalam hal
pengemasan dan sistem distribusi/transport (Rismana, 2008).
4. Golongan halogen
Golongan halogen yang umum digunakan adalah
berbasis iodium seperti larutan iodium, iodofor, povidon iodium, sedangkan
senyawa terhalogenasi adalah senyawa anorganik dan organik yang mengandung
gugus halogen terutama gugus klor, misalnya natrium hipoklorit, klor dioksida,
natrium klorit dan kloramin. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi
dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air
dengan konsentrasi 1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk mereduksi
virus, tetapi tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif
dan ragi. Umum digunakan sebagai desinfektan pada pakaian, kolam renang, lumpur
air selokan (Rismana, 2008).
Adapun kekurangan dari golongan halogen dan
senyawa terhalogenasi adalah sifatnya yang tidak stabil, sulit dibuat dalam
campuran air pada konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk
bakteri berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada
proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun
keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak
material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit
menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa
kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat
menguap (Rismana, 2008).
5. Golongan fenol
Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi
yang telah banyak dipakai antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro
kresol dan para kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi
dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan
konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk virus, spora
tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif
dan ragi. Umum digunakan sebagai dalam proses desinfeksi di bak mandi,
permukaan dan lantai, serta dinding atau peralatan yang terbuat dari
papan/kayu. Adapun keunggulan dari golongan golongan fenol dan fenol
terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap
beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi,
bersifat racun, dan korosif. Golongan garam amonium kuarterner Beberapa bahan
kimia yang terkenal dari golongan ini antara lain benzalkonium klorida,
bensatonium klorida, dan setilpiridinium klorida (Rismana, 2008).
Golongan ini berdaya aksi dengan cara
aktif-permukaan dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam
larutan air dengan konsentrasi 0,1%-5%. Aplikasi untuk proses desinfeksi hanya
untuk bakteri vegetatif, dan lipovirus terutama untuk desinfeksi peralatannya.
Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner adalah ramah terhadap
material, tidak merusak kulit, tidak beracun, tidak berbau dan bersifat sebagai
pengemulsi, tetapi ada kekurangannya yakni hanya dapat terbiodegradasi
sebagian. Kekurangan yang lain yang menonjol adalah menjadi kurang efektif bila
digunakan pada pakaian, spon, dan kain pel karena akan terabsorpsi bahan
tersebut serta menjadi tidak aktif bila bercampur dengan sabun, protein, asam
lemak dan senyawa fosfat.
Salah satu produk yang sudah dipasarkan dari
golongan ini diklaim efektif untuk membunuh parvovirus, di mana virus ini
merupakan jenis virus hidrofilik
yang sangat susah untuk dimatikan (Rismana,
2008).
6. Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah
zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH
dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin
fenil.
Suatu
bahan diklasifikasikan sebagai antibiotika apabila (3) :
1.
Bahan tersebut merupakan produk metabolisme (alami maupun sintesis).
2.
Bahan tersebut adalah produk sintesis yang dihasilkan sebagai analog struktur
suatu antibiotika yang terdapat di alam.
3.
Bahan tersebut mengantagonis pertumbuhan atau keselamatan suatu spesies
mikroorganisme atau lebih.
4.
Bahan tersebut efektif dalam konsentrasi rendah.
Secara
umum antibiotika terbagi atas (4) :
1.
Penisilin
Penisilin-G dan turunannya bersifat bakterisid terhadap terutama kuman
Gram-positif (khususnya Cocci) dan hanya beberapa kuman Gram-negatif. Contohnya
: Benzilpenisilin, Fenoksimetilpenisilin Kloksasilin, Asam Klavulanat,
Ampisilin.
2.
Sefalosporin
Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak kuman Gram-positif dan Gram-negatif
termasuk Escherichia coli. Berkhasiat bakterisid dalam fase pembunuhan
kuman, berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman
untuk ketangguhan dindingnya. Contohnya : Sefaleksin, Sefamandol, Sefouroksin,
Sefotaksim, Seftazidim, Aztreonam.
3.
Aminoglikosida
Aktivitasnya bakterisid, berdasarkan dayanya untuk mempenetrasi dinding bakteri
dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses translasi (RNA dan DNA)
diganggu sehingga biosintesa proteinnya dikacaukan. Efek ini tidak saja terjadi
pada fase pertumbuhan juga bila kuman tidak membelah diri. Contohnya :
Streptomisin, Gentamisin, Amiksin, Neomisin Paromomisin.
4.
Tetrasiklin
Mekanisme kerja berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spectrum
kerjanya luas dan meliputi banyak cocci Gram-positif dan Gram-negatif serta
kebanyakan bacilli, kecuali pseudomonas dan proteus. Contohnya : Tetrasiklin,
Doksisiklin,
5.
Makrolida dan linkomisin
Eritromisin bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri Gram-positif, dan
spectrum kerjanya mirip penisilin-G. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan
reversible pada ribosom kuman, sehingga sintesis proteinnya dirintangi.
Contohnya : Eritromisin, Azitromisin, Spiramisin, Linkomisin.
6. Polipeptida
Khasiatnya adalah bakterisid berdasarkan aktivitas permukaannya dan
kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehingga
permeabilitas sel meningkat dan akhirnya sel meletus. Contohnya : Polimiksin B,
Basitrasin, Gramsidin.
7. Antibiotika lainnya
Khasiatnya bersifat bakteriostatis terhadap enterobacter dan
Staphylococcus aureus berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman.
Contohnya : Kloramfenikol, Vankomisin, Asam fusidat, Mupirosin, Spektinomisin.
Berdasarkan
mekanisme kerjanya antimikroba dibagi dalam lima kelompok (5) :
1.
Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim,
asam p-aminosalisilat dan sulfon.
2.
Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sfalosforin,
basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.
3.
Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah polimiksin, golongan polien serta
berbagai antimikroba kemoteraupetik, seperti antiseptik surface active agents.
4.
Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah golonbgangna aminoglikosid,
makrolid, linkimisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.
5.
Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
Antimikroba yang
termasuk kelompok ini ialah rimpisin dan golongan kuinolon
D. KRITERIA UJI POTENSI ANTIBIOTIK
DAN POTENSI
DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
ada 10 kriteria suatu desinfektan
dikatakan ideal, yaitu :
- Bekerja dengan cepat untuk
menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar
- Aktivitasnya tidak dipengaruhi
oleh bahan organik, pH, temperatur dan kelembaban
- Tidak toksik pada hewan dan
manusia
- Tidak bersifat korosif
- Tidak berwarna dan meninggalkan
noda
- Tidak berbau/ baunya disenangi
- Bersifat biodegradable/ mudah
diurai
- Larutan stabil
- Mudah digunakan dan ekonomis
- Aktivitas berspektrum luas
Untuk itu, setidaknya ada tiga langkah yang
harus dipenuhi dalam pelaksanaan desinfeksi bila ingin hasilnya baik. Pertama,
harus dibasuh dengan air, dengan tujuan untuk melarutkan matriks protein. Pada
tahap ini, kotoran di permukaan harus dihilangkan dengan cara digosok maupun
disapu dan disemprot dengan air.Penggunaan air panas akan lebih efektif
dibandingkan dengan air dingin. Kemudian yang kedua, diberi sabun atau
deterjen, dengan tujuan untuk melarutkan matriks lemak. Yang terakhir, barulah
dipakai desinfeksi.
F. PRINSIP UJI POTENSI ANTIBIOTIK
DAN POTENSI
DESINFEKTAN ( KOEFISIEN FENOL )
Prinsip
penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama, yaitu (6) :
1. Penyebab infeksi
Pemberian antibiotik yang paling
ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan
kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak melakukan pemeriksaan
mikro-biologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi. Di
samping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera dimulai
setelah pengambilan sampel bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan
kuman. Pemberian antibiotik tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan
pada educated guess.
2. Faktor pasien
Diantara faktor pasien yang perlu
diperhatikan dalam pemberian antibiotik antara lain fungsi ginjal, fungsi hati,
riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi (status imunologis), daya tahan
terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau
menyusui, dan lain-lain.
Resistensi
sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oelh
antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan
hidup.
Pemberian
antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis
dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin
melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk pasien yang dicurigai menderita suatu
infeksi berat yang memerlukan penanganan segera dimulai setelah pengambilan
sampel bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman.
DAFTAR
PUSTAKA
Di akses pada tanggal 27 juli
2013
Langganan:
Postingan (Atom)